Posted by CB Magazine on Jumat, 14 Juli 2017 |
Mitra Usaha
 |
Trisno Diyanto saat menganyam bambu | |
Kerajinan Anyaman Bambu Karang Lor
Manyaran Wonogiri
Penuhi
Pesanan Sampai Luar Negeri
Wonogiri - Dusun
Sidoharjo Desa Karang Lor yang berada di Kecamatan Manyaran Wonogiri, bagi
sebagian masyarakat setempat mengenalnya sebagai desa sentra kerajinan anyaman bambu. Pasalnya di tempat
inilah para penduduk setiap harinya disibukkan dengan membuat berbagai motif
dan jenis anyaman bambu. Salah satu tempat kerajinan yang tidak asing adalah
kerajinan bambu milik bapak Widiyatno yang berdiri sejak tahun 1989.
Berbagai karya anyaman dari bahan
baku bambu seperti lampu duduk, pot bunga besar maupun kecil, tempat pensil,
tempat tisu, rantang bambu, tenong bulat, nampan berbagai ukuran yang dijual
dari harga paling rendah Rp. 5.000,- sampai Rp. 200.000,- tergantung permintaan
pemesanan.
Menurut Tumiyem, istri Widiyatmo
mengatakan awal usaha berdiri berkat pelatihan yang diadakan oleh yayasan Yakum
membina 200 orang di desa setempat. Setelah pelatihan selesai hanya 20 orang
yang berminat menjalankan usaha keranjinan bambu satu diantaranya pak
Widiyatmo.
“Dari pelatihan itu, bapak terus
tekun mengembangkan keterampilan menganyam sampai sekarang. Beragam bentuk yang
sudah dihasilkan dan dipamerkan bahkan sudah ada permintaan dari Negara
tetangga seperti Malaysia dan Taiwan. Kalau dalam negeri pesanan datang dari
kota Solo, Yogyakarta, Surabaya dan Pulau Bali pesanan terbanyak sampai 3000
unit. Begitu juga tempat ini pernah dikunjungi turis asing belajar menganyam,” ungkap dia.
Lebih lanjut dikatakannya, setiap
dua minggu sekali secara rutin mampu memenuhi pesanan jenis oval 100 unit,
kotak 25 unit, bingkai 200 unit. Bentuk anyaman kesemuanya tergantung pesanan yang diinginkan. Selain
itu, bambu yang digunakan untuk membuat kerajian tersebut merupakan hasil dari
perkarangan sendiri.
“Usaha ini berjalan dengan bagus
karena disini tidak ada pesaing. Jika pesanan banyak kita selalu melibatkan
para tetangga yang mahir menyanyam untuk membantu mengerjakannya. Promosi hasil
kerajinan lewat pameran yang diadakan oleh Dinas Industri dan perdagangan
setempat, setiap ada pameran pasti kita dilibatkan satu tahun ada 6 sampai 7
pameran,” paparnya.
Disinggung mengenai kendala yang
dihadapi, Tumiyem berujar semua hasil kerajinan masih dikerjakan secara manual
tidak menggunakan mesin dan tenaga yang mengerjakan masih sedikit sehingga
belum mampu memenuhi permintaan dalam jumlah banyak. “Dulu pernah ada yang mau
kerjasama tapi kita belum mampu penuhi permintaan pesanan sekali kirim 5000
sampai 10.000 unit. Ada juga penawaran dari Swedia minta 1 mengirimkan sebanyak
satu container satu bulan tapi kita menolaknya,” katanya.
Dijelaskan oleh Tumiyem, selama
mengerjakan kerajinan seluruh keluarga dilibatkan. Bahkan anaknya bernama
Trisno Diyanto ikut membantu mengikuti jejak bapaknya sebagai perajin anyaman
bambu. “Sejak kecil anak saya belajar menganyam dari bapak. Setiap ada waktu
longgar selalu membantu menganyam sampai sekarang ini. Selain itu, melatih
ektrakurikuler kerajinan menganyam di beberapa sekolah setempat bersama bapak,”
ucapnya sambil membawa contoh hasil kerajinan. (Sofyan)
Bisakah minta no yg bisa dihubungi dari desa setempat?
BalasHapus