GIVE RADIO IKOM UNIVET
Redaksi / Pemasangan Iklan
Total Tayangan Halaman
BERPIKIR KRITIS PADA PEMBELAJARAN ABAD 21
BERPIKIR KRITIS PADA PEMBELAJARAN ABAD 21
Oleh: Sri Hartati, S.Pd
Guru Bahasa Inggris SMP Negeri 3 Karanganyar Kebumen, Jawa Tengah
Sri Hartati, S.Pd |
Sampai saat ini Sistem Pendidikan Indonesia mengalami sepuluh kali pergantian kurikulum dimulai tahun 1974 yaitu Kurikulum Rentjana Pelajaran 1947 sampai dengan penerapan Kurikulum 2013 pada tahun 2013. Hal ini disebabkan karena Kurikulum memang harus bersifat dinamis dan selalu berkembang disesuaikan dengan perubahan jaman.
Kurikulum 2013 didesain sedemikian rupa sehinga menuntut peserta didik tidak hanya memiliki kemampuan akademik (hard skill) tetapi juga meningkatkan kemampuan personal (soft skill). Kurikulum ini memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengarungi semua ranah pembelajaran, yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotor.
Implementasi Kurikulum 2013 mengubah paradigma pembelajaran dari berpusat pada guru (teacher centered) menjadi berpusat pada siswa (student centered) dan mengembangkan model pembelajaran kolaboratif dan kooperatif sehingga peserta didik memiliki pengalaman belajar yang bermakna.
Pada ranah kognitif atau pengetahuan, kurikulum 2013 mengharuskan peserta didik untuk memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi yang disebut juga berpikir kompleks yang terdiri dari berpikir kritis, berpikir kreatif, pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Inilah yang disebut kompetensi abad 21 atau C4 (Communicative, Collaborative, Critical Thinking and Problem Solving, Creative and Innovative).
Berpikir kritis (Critical Thinking) merupakan pemikiran yang bersifat selalu ingin tahu terhadap suatu permasalahan yang ada sehingga akan terus mencari informasi untuk mencapai suatu pemahaman yang tepat. Kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan yang dapat di asah dan diajarkan kepada peserta didik.
Menurut Wikipedia, berpikir kritis adalah keterampilan yang dapat dipelajari dan digunakan untuk memutuskan apakah suatu pernyataan benar, sebagian benar, atau salah dan apakah suatu argumen valid. Berpikir kritis adalah evaluasi sistemik untuk merumuskan keyakinan atau pernyataan, menurut standar rasional. Sistematis karena memerlukan prosedur dan metode tersendiri. Ini mengevaluasi dan merumuskan, karena digunakan baik untuk menilai keyakinan yang ada (milik kita atau orang lain) dan untuk menemukan yang baru. Berpikir kritis bekerja menurut standar yang masuk akal, dalam arti bahwa keyakinan dinilai oleh alasan dan alasan dan alasan di baliknya (buku Lewis Vaugn “The Power of Critical Thinking”). Sedangkan American Philosophical Association merumuskan berpikir kritis sebagai kemampuan untuk membuat penilaian yang bertujuan, mengatur diri sendiri, menghasilkan interpretasi, analisis, evaluasi, penarikan kesimpulan dan menjelaskan apa penilaian itu didasarkan pada bukti, konsep, metode, kriteria, dan pertimbangan kontekstual.
Bagaimana menguatkan pola berpikir kritis pada peserta didik?
Yang pertama, sebagai guru kita dapat membiasakan peserta didik untuk berpikir logis dan kreatif pada setiap kegiatan belajar mengajar. Berdasar penelitian otak manusia terbagi dua, sebelah kiri dan kanan. Bagian kanan berdiri untuk berpikir kreatif meliputi kewenangan, intuitif, holistik, meringkas, subjektif dan melihat secara keseluruhan. Bagian kiri mewakili pemikiran kritis meliputi tindakan logis, berurutan, rasional, analitis, objektif dan melihat suatu hal per bagian-bagiannya. Kita seharusnya merancang dengan cermat pembelajaran yang akan dilaksanakan di kelas bersama peserta didik. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang kita bawa ke kelas sebaiknya memfasilitasi peserta didik untuk berpikir logis dan kreatif.
Setelah mengenalkan berpikir logis dan kreatif pada peserta didik selanjutnya kita sebagai guru memotivasi mereka untuk berpikir kritis dan berpandangan kritis pada suatu masalah dan mengevaluasinya secara langsung. Proses pembelajaran yang terencana baik dapat memberi kegiatan yang mengajak peserta didik untuk memiliki pikiran terbuka dan menemukan kebenaran, menjadi analitis dan tidak terburu-buru menyimpulkan suatu masalah. Ada hal-hal yang bisa dijadikan sarana untuk berpikir kritis seperti bisa membedakan apakah sebuah perilaku adalah analitis atau terlalu berlebihan pada detail, skeptis atau sinis, tegas atau keras kepala, berpikiran terbuka atau tidak memiliki sudut pandang, mengevaluasi atau menilai, berbagi wawasan atau komunikasi/memberikan pendapat yang tidak mengindahkan norma kesopanan.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) merupakan senjata kita sebagai guru untuk dijadikan pedoman dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar, mulai dari pendahuluan, kegiatan inti sampai penutup. Di dalam RPP inilah kita dapat menyisipkan kegiatan-kegiatan yang melatih peserta didik untuk berpikir kritis. Berpikir kritis melibatkan kemampuan untuk secara mandiri sampai pada pertimbangan, penilaian dan keputusan yang dipertimbangkan dengan baik dan masuk akal. Hal ini membutuhkan tidak hanya keterampilan berpikir tetapi juga aspek sikap, refleksi dan kemampuan mengatur diri sendiri. Ketrampilan berpikir adalah tentang melihat dan menilai informasi, mengidentifikasi ketidakakuratan dan memeriksa visi atau pendapat. Berdasarkan hal ini, seorang peserta didik dapat menentukan pendapat atau sudut pandangnya sendiri, atau mengambil keputusan. Ini termasuk sikap kritis yang mencakup keinginan untuk mendapat informasi yang baik, kecenderungan untuk mencari alasan dan penyebab, keterbukaan pikiran, menghormati pandangan orang lain dan kesediaan untuk mempertimbangkan pandangan tersebut.
Berpikir kritis adalah keterampilan penting untuk memeriksa dan menilai informasi, membentuk sudut pandang dan membuat keputusan yang tepat. Berpikir kritis menuntun pada pemikiran analitis dan sikap bertanya terbuka. Ini penting untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan serta untuk pengembangan pribadi dan kewarganegaraan.
Pendidikan yang berkontribusi pada pengembangan keterampilan berpikir kritis mengajarkan peserta didik untuk berpikir tentang topik, pertanyaan atau masalah dan menganalisisnya sebelum membentuk opini. Peserta didik ditantang untuk menguji dan menerapkan ide-ide mereka dan juga ide orang lain.
Dalam proses berpikir kritis, peserta didik juga belajar untuk melihat sebuah “bias”. Mungkin mereka belum memiliki kemampuan berpikir kritis yang memadai akan tetapi keterampilan penting ini dapat mereka dipelajari.
Elemen proses berpikir kritis terdiri dari refleksi, analisis, perolehan informasi, kreatifitas, menyusun argument, mengambil keputusan, perbandingan dan diskusi.
Dengan berpikir kritis peserta didik dapat membedakan antara pernyataan dan non-pernyataan, fakta dan non-fakta. Misalnya, menggunakan pemikiran kritis untuk menentukan apakah sesuatu itu berita palsu/hoax atau berita benar. Berpikir kritis memberi waktu kepada peserta didik, untuk berpikir cermat sebelum membuat suatu keputusan. Di era globalisasi ini kemampuan untuk belajar dengan cepat, memperoleh wawasan, mengumpulkan data dan memecahkan masalah dengan kreativitas akan menjadi semakin penting. Berpikir kritis pada peserta didik akan membiasakan diri mereka pada penggunaan fakta dan menghindari penggunaan opini pada suatu masalah, baik di lingkungan sekolah maupun lingkungan sosial.
Jika setiap peserta didik menggunakan pemikiran dengan berbagai keterampilan, seperti analisis, evaluasi, penalaran, pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, maka diharapkan selanjutnya mereka dapat membedakan antara fakta dan opini, relevansi dan akurasi. Dengan berpikir kritis peserta didik menjadi lebih terbuka pada perbedaan pendapat, menjadi mudah mencari solusi atas suatu masalah, tidak mudah percaya pada suatu informasi tetapi mencari kebenarannya sehingga menghindarkan diri dari salah persepsi. Berpikir kritis pada seorang peserta didik menjadi jalan bagi mereka mengetahui kemampuan diri saat menghadapi masalah, mampu mengkomunikasikan ide-ide mereka dengan lebih baik dan tidak mudah dimanfaatkan oleh orang lain.
Top 5 Popular of The Week
-
5 KOMPONEN PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI Oleh: Novi Astutik, S.Pd.SD SD Negeri 4 Wonogiri, Wonogiri Jawa Tengah Novi Astutik, S.Pd.SD ...
-
FILSAFAT JAWA KIDUNGAN “ANA KIDUNG RUMEKSA ING WENGI” Oleh: Sri Suprapti Guru Bahasa Jawa di Surakarta Sri Suprapti Filsafat Jawa a...
-
ALAT PERAGA ULAR TANGGA NORMA DAN KEADILAN SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN PPKn Oleh: Sulistiani, S.Pd Guru SMP Negeri 3 Satu Atap Mijen, Demak J...
-
ICE BREAKING SALAM PANCASILA TINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR MENGGALI IDE PENDIRI BANGSA TENTANG DASAR NEGARA Oleh : Suheti Priyani, S.Pd Guru M...
-
Proses pembuatan jenang tradisional. Melihat Lebih Dekat Usaha Jenang Tradisional 'UD TEGUH' Kedung Gudel Kenep Sukoharjo- majala...
-
PEMANFAATAN APOTEK HIDUP DI LINGKUNGAN SEKOLAH Oleh : Rosi Al Inayah, S.Pd Guru SMK Farmasi Tunas Harapan Demak, Jawa Tengah Rosi Al Inayah...
-
PENDIDIKAN DI ERA GLOBALISASI Oleh : Wahyu Sri Ciptaningtyaswuri, S.Pd.SD Guru SDN Kaliayu, Cepiring, Kendal Jawa Tengah Wahyu Sri Ciptaning...
-
PENYEBAB RENDAHNYA MINAT MEMBACA SISWA Oleh : Apriyati SDN Penyarang 04, Sidareja, Cilacap Jawa Tengah Apriyati Membaca merupakan keg...
-
PENTINGNYA PENGGUNAAN BAHASA JAWA KRAMA DIKALANGAN REMAJA PADA ABAD 21 Oleh : Kunaniyah, S.Pd Guru Bahasa Jawa SMP Islam Al Bayan Wiradesa,...
-
PERMAINAN OLAHRAGA DALAM PENJAS ADAPTIF BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS Oleh : Agus Dwi Surahman, S.Pd Guru SLB BC YSBPD Wuryantoro, Wonogiri ...
Tidak ada komentar: