GIVE RADIO IKOM UNIVET
Redaksi / Pemasangan Iklan
Total Tayangan Halaman
METODE SCAFFOLDING-LEARNING DALAM PEMBELAJARAN BERBUSANA JAWA
METODE SCAFFOLDING-LEARNING DALAM PEMBELAJARAN BERBUSANA JAWA
Oleh: Devi Purwaningsih
SMK Muhammadiyah Piyungan, Bantul, Yogyakarta
Devi Purwaningsih |
Perkembangan zaman merupakan keniscayaan dalam kehidupan masyarakat. Tentu perkembangan zaman membawa perubahan kehidupan. Perubahan yang terjadi akibat perkembangan zaman dalam kehidupan masyarakat adalah busana Jawa. Keberadaan busana Jawa saat ini sangat memprihatinkan. Di mana generasi muda sekarang banyak yang tidak mengerti tentang busana Jawa. Dari sekian banyak pakaian tradisional di Indonesia, Jawa Tengah (Jateng) memiliki daya tarik tersendiri. Lengkap, mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki. Biasanya setelan-setelannya dipakai di acara kesenian, upacara adat, sampai acara formal kenegaraan. Setiap pakaian tradisional memiliki nilai filosofi yang kuat, dan tentu saja itu dimiliki pakaian asli Jateng. Penunjukkan simbol identitas ditampilkan bila memakainya, sang pria akan terlihat lebih gagah dan sang wanita akan tampak anggun.
Materi busana Jawa pada pelajaran Bahasa Jawa diberikan di kelas XI semester ganjil. Penggunakan metode yang tepat dalam pembelajaran materi ini sangat penting. Materi busana Jawa diajarkan supaya siswa dapat mengetahui dan memahami busana Jawa, makna yang terkandung, dan cara memakainya dengan benar dan menarik. Kesalahan-kesalahan ini dikarenakan siswa belum mengetahui dan memahami busana Jawa.
Guru yang mengetahui hal yang disuka/ kurang disuka siswanya akan mengambil langkah berbeda saat menyampaikan pelajaran di kelas (Eko Gunawan, 2018: 8). Supaya siswa tertarik dan suka dengan materi yang diajarkan, metode pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah metode Scaffolding-Learning. Metode Scaffolding-Learning adalah metode pembelajaran dengan tahap-tahapan tertentu (Suwardi Endraswara, 2009: 145).
Metode pembelajaran Scaffolding-Learning pada materi busana Jawa pada SMK Piyungan diawali guru melakukan kegiatan pendahuluan. Dilanjutkan dengan guru mengecek jenis busana Jawa yang dibawa oleh siswa, pada pertemuan sebelumnya guru meminta siswa membawa busana Jawa. Pengidentifikasian busana Jawa yang dibawa siswa ini untuk menentukan zona of proximal development.
Berdasarkan hasil identifikasi busana Jawa yang dibawa oleh siswa, guru membagi kelompok menjadi dua, yaitu kelompok pertama adalah siswa yang sudah benar busana Jawa, dan kelompok kedua adalah siswa yang busana Jawanya belum benar.
Bagi kelompok siswa kedua, guru memberikan penjelasan perbedaan mendasar kain jarit atau batik, blangkon, dan kebaya gagrak Yogyakarta dengan Surakarta. Setelah kelompok siswa kedua paham perbedaan busana Jawa gagrag Yogyakarta dengan Surakarta, guru mengajak kelompok pertama dan kedua untuk dijelaskan ketahap berikutnya.
Tahap selanjutnya setelah siswa paham nama-nama busana Jawa serta filosofinya guru melatih siswa membuat wiru laki-laki dan perempuan. Dilanjutkan dengan praktik mandiri dengan memberi peringatan supaya antara kain jarit, bentuk wiru, jenis kelamin pemakai serta gagragnya sesuai. Setelah siswa berhasil membuat wiru dengan benar, tahap berikutnya guru mengajari siswa cara melipat kain jarit yang telah diwiru. Setelah siswa bisa mempraktikkan melipat kain jarit yang diwiru, tahap selanjutnya guru menjelaskan cara memakai busana Jawa dengan urut, dilanjutkan siswa praktik mandiri dan guru mengurangi dukungan bantuan terhadap siswa. Ditahap berikutnya guru mengecek hasil belajar yang telah dicapai siswanya. Ditahap akhir pembelajaran guru menutup pelajaran dan tetap memberikan arahan kepada siswa agar bergerak kearah kemandirian dan pengarahan dalam belajar.
Penggunaan metode Scaffolding-Learning pada pembelajaran busana Jawa yang dilakukan dengan beberapa tahapan diharapkan bisa membantu siswa memahami busana Jawa dengan mudah. Selain memberikan pendidikan dan pemahaman kepada siswa, kita sebagai pendidik juga harus menumbuhkan pada diri siswa rasa cinta, memiliki, dan menjaga busana Jawa. Dukungan dari berbagai pihak juga sangat penting dalam upaya menjaga warisan nenek moyang kita ini.
Top 5 Popular of The Week
-
5 KOMPONEN PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI Oleh: Novi Astutik, S.Pd.SD SD Negeri 4 Wonogiri, Wonogiri Jawa Tengah Novi Astutik, S.Pd.SD ...
-
FILSAFAT JAWA KIDUNGAN “ANA KIDUNG RUMEKSA ING WENGI” Oleh: Sri Suprapti Guru Bahasa Jawa di Surakarta Sri Suprapti Filsafat Jawa a...
-
ALAT PERAGA ULAR TANGGA NORMA DAN KEADILAN SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN PPKn Oleh: Sulistiani, S.Pd Guru SMP Negeri 3 Satu Atap Mijen, Demak J...
-
ICE BREAKING SALAM PANCASILA TINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR MENGGALI IDE PENDIRI BANGSA TENTANG DASAR NEGARA Oleh : Suheti Priyani, S.Pd Guru M...
-
PEMANFAATAN APOTEK HIDUP DI LINGKUNGAN SEKOLAH Oleh : Rosi Al Inayah, S.Pd Guru SMK Farmasi Tunas Harapan Demak, Jawa Tengah Rosi Al Inayah...
-
PENYEBAB RENDAHNYA MINAT MEMBACA SISWA Oleh : Apriyati SDN Penyarang 04, Sidareja, Cilacap Jawa Tengah Apriyati Membaca merupakan keg...
-
PENDIDIKAN DI ERA GLOBALISASI Oleh : Wahyu Sri Ciptaningtyaswuri, S.Pd.SD Guru SDN Kaliayu, Cepiring, Kendal Jawa Tengah Wahyu Sri Ciptaning...
-
Proses pembuatan jenang tradisional. Melihat Lebih Dekat Usaha Jenang Tradisional 'UD TEGUH' Kedung Gudel Kenep Sukoharjo- majala...
-
PENTINGNYA PENGGUNAAN BAHASA JAWA KRAMA DIKALANGAN REMAJA PADA ABAD 21 Oleh : Kunaniyah, S.Pd Guru Bahasa Jawa SMP Islam Al Bayan Wiradesa,...
-
PERMAINAN OLAHRAGA DALAM PENJAS ADAPTIF BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS Oleh : Agus Dwi Surahman, S.Pd Guru SLB BC YSBPD Wuryantoro, Wonogiri ...
Tidak ada komentar: