PENGEMBANGAN EVALUASI PEMBELAJARAN

Print Friendly and PDF

PENGEMBANGAN EVALUASI PEMBELAJARAN

Oleh: Siti Fatimah

SD Negeri 1 Kaloran, Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung Jawa Tengah 


Siti Fatimah


       Perkembangan dunia saat ini telah mencapai pada era yang dikenal dengan era industri 4.0 dan bergerak menuju era Society 5.0. Era global saat ini umat Islam dihadapkan pada keterombang-ambingan antara budaya/tradisi Islam dan kekuatan modern (sekurelisasi dan modernisasi). Sebagian besar umat Islam sedikit banyak telah terpengaruh oleh kehidupan modern. Muncul kegalauan dalam memposisikan nilai-nilai Islam sebagai petunjuk dan tuntunan bagi manusia dalam posisinya sebagai khalīfah dan hamba Allah dan pada sisi lainnya tuntutan kehidupan modern (kehidupan barat) memunculkan nilai-nilai yang cenderung merupakan antitesa nilai-nilai Islam. Berbagai krisis yang melanda manusia modern seperti krisis ekologi, epistemologi bahkan krisis eksistensial merupakan dampak dari penolakan manusia modern terhadap terhadap nilai-nilai agama. 

       Paradigma modern dengan pendekatan positivistikantroposentris berimplikasi pada munculnya peradaban yang hanya berdasarkan kekuatan akal saja tanpa adanya cahaya tuhan. Perubahan dunia tersebut kemudian memunculkan dampak yang positif dan negatif yang kemudian memunculkan tantangan besar bagi lembaga pendidikan. Dampak dari era ini dirasakan oleh setiap kalangan, di antaranya oleh dunia pendidikan. Era ini ditandai dengan vitalnya peran teknologi dan infomasi dalam setiap aspek kehidupan manusia. Era industri 4.0 melahirkan konsep pendidikan 4.0. Konsep pendidikan ini muncul guna mempersiapkan pengetahuan dan keterampilan-keterampilan peserta didik untuk bersaing di era modern. Salah satu karakteristik dari konsep pendidikan 4.0 adalah posisi peserta didik sebagai subjek pendidikan (student centered), integrasi materi serta proses belajar mengajar (PBM) dengan tuntutan pengetahuan modern, masyarakat, dan dunia kerja. 

       Realitas yang ada di lembaga pendidikan saat ini adalah masih banyak ditemui lembaga pendidikan yang menempatkan peserta didik sebagai objek pendidikan dan pendidik sebagai pemegang otoritas tertinggi. Hal ini berimplikasi kepada lemahnya peran peserta didik dalam proses belajar mengajar (PBM) dan memposisikan pendidik sebagai sentral pada PBM. Problem ini diperparah dengan salah kaprahnya pendidik memaknai proses pengajaran. Penulis melihat pendidik dan lembaga pendidikan saat ini memfokuskan pembelajaran untuk mencapai standar minimal kelulusan, sehingga berdampak pada PBM di kelas hanya di fokuskan pada aspek kognitifnya saja. Hal ini selanjutnya berdampak pada tidak relevannya PBM untuk menyiapkan peserta didik hidup di masyarakat dan dunia kerja. 

       Berdasarkan problem tersebut sudah selayaknya dilakukan reorientasi pendidikan secara menyeluruh. Umat Islam sebagai bagian dari masyarakat universal dunia, perlu menemukan solusi permasalahan manusia modern. Khususnya bagi umat Islam di Indonesia, sebagai negara yang mayoritas masyarakatnya memeluk agama Islam, rekonstruksi sistem pendidikan berbasis nilai-nilai Islam merupakan suatu kebutuhan yang harus segera dilakukan. Realitas pendidikan di Indonesia cenderung berkiblat kepada teori-teori barat. Hal ini merupakan ironi jika melihat mayoritas warga negara Indonesia memeluk agama Islam. Salah satu contoh dari hal ini adalah perumusan kurikulum dan pendidikan karakter di Indonesia banyak digunakan teori-teori pemikir tokoh barat, padahal pemikir Islam-pun tidak sedikit yang membahas konsep system pendidikan dan pendidikan karakter. Beberapa persoalan tersebut menuntut adanya reorientasi pendidikan, sebagai berikut: (1) orientasi pembelajaran terfokus pada ketercapaian standar minimal yang mengesampingkan proses pembelajaran secara keseluruhan; (2) peran peserta didik sebagai objek pendidikan; (3) relevansi materi dan PBM dengan tuntutan akademik, masyarakat, dan dunia kerja. 

       Permasalahan pendidikan yang ada saat ini direspons Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (selanjutnya penulis sebut dengan Kemendikbud) dengan mengeluarkan kebijakan Merdeka Belajar. Nadiem Makarim selaku Kemendikbud secara tegas menyebutkan bahwa konsep Merdeka Belajar yang digagasnya merupakan usaha untuk mewujudkan kemerdekaan dalam berpikir. Kebijakan ini dimulai dengan perbaikan standar mutu pendidik. Nadiem juga memberikan kritikan kepada lembaga pendidikan saat ini yang gagal menciptakan penilaian pembelajarannya sendiri. Adanya kebijakan ini memberikan harapan besar bagi lembaga pendidikan untuk mengeksplorasi dan mengembangkan mutu pendidikan di lembaganya. Di antara perubahan besar kebijakan Merdeka Belajar dengan Kurikulum 2013 adalah (1) ujian sekolah berstandar nasional (USBN) dikembangkan oleh sekolah masing-masing; (2) Ujian nasional (UN) berubah menjadi asesmen kompetensi minimum dan survei karakter; (3) kebebasan pendidik untuk mendesain rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP); dan 4) fleksibilitas dalam peraturan penerimaan siswa baru (PPSB). Kebijakan visioner Kemendikbud yang menggebrak paradigma kurikulum lama ini menarik untuk dikaji, maka dari itu berusaha mengungkap implikasi kebijakan Merdeka Belajar terhadap pengembangan desain evaluasi pembelajaran pendidikan agama Islam di lembaga pendidikan Islam.



Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top