Mengenal Analisis Wacana Kritis Sebagai Implementasi Linguistik Fungsional dan Sumber Literasi Ratulisa untuk Multigenerasi NKRI

Print Friendly and PDF

Mengenal Analisis Wacana Kritis Sebagai Implementasi Linguistik Fungsional dan Sumber Literasi Ratulisa untuk Multigenerasi NKRI


Oleh: Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum.

Dosen PBSI FKIP UNS, & Penggiat LIterasi Arfuzh Ratulisa

Email: rohmadi_dbe@yahoo.com/Youtube/Tiktok: M. Rohmadi Ratulisa


Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum.


"Kawan, kadang-kadang ide dan gagasan terus membayang tanpa batas tetapi hilang tanpa bekas apabila tidak ditambatkan sebagai tulisan yang bermanfaat sebagi sumber literasi dengan Ratulisa (rajin menulis & membaca) sepanjang masa untuk multigenerasi NKRI"


       Belajar analisis wacana kritis harus dapat dipahami dalam perspektif kajian linguistik struktural dan fungsional. Analisis wacana kritis (AWK) memiliki maksud mengkaji dengan cermat wacana yang dijadikan sebagai objek analisis dengan menggunakan teknik tertentu untuk  menghasilkan simpulan sesuai dengan permasalahan  yang ditentukan berdasarkan analisis yang mendalam dan kritis berdasarkan fakta dan data empiris. Misalnya: analisis wacana, teks, konteks, sastra, pragmatik, data, dan aneka analisis lainnya. Kata analisis dapat dikolaborasikan dengan kata yang akan menjadi objek analisisnya. Oleh karena itu perlu dipahami bahwa analisis wacana kritis berarti dapat digunakan dalam konteks seseorang peneliti, penulis, atau pengkaji yang akan menganalisis wacana secara objektif dan kritis berdasarkan fakta dan data empirik yang diikuti konteks kesemestaan yang menyertainya. Dengan demikian, makna  analisis dapat diikuti kata apa saja, sebagai objek yang akan dianalisis sebagai sebagai keteranganya. Termasuk salah satunya analisis wacana kritis dalam berbagai teks, koteks, dan konteks tuturan lisan atau pun tulis yang disampaikan oleh penutur, mitratutur, dan partisipan. Mari kita urai dan deskripsikan secara lengkap.

      Kata analisis memiliki makna leksikal sesuai dengan KBBI VI daring Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa https://kbbi.kemdikbud.go.id/ antara lain: (1) penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab musabab, duduk perkaranya, dan sebagainya); (2) penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan, (3) penyelidikan kimia dengan menggunakan sesuatu untuk mengetahui zat bagiannya dan sebagiannya, (4) penjabaran sesudah dikaji sebaik-baiknya, dan (5) pemecahan persoalan yang dimulai dengan dugaan akan kebenarannya. Merujuk pada makna leksikal tersebut kata analisis dalam konteks analisis wacana kritis yang paling tepat tentu menggunakan makna leksikal pada butir (1), (2), (4), dan (5) sedangkan makna kata analisis pada butir (4) paling tepat digunakan pada konteks pembahasan ilmu kimia. Dengan demikian keterlibatan konteks wacana yang dikaji sangat diperlukan untuk memahami secara keseluruhan dalam analisis wacana kritis.

      Kata wacana memiliki makna leksikal sesuai dengan KBBI VI daring Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa https://kbbi.kemdikbud.go.id/ antara lain: (1) komunikasi verbal;percakapan, (2) keseluruhan tutur yang merupakan satu kesatuan, (3) satuan bahasa terlengkap yang direalisasikan dalam bentuk karangan atau laporan utuh, seperti novel, buku, artikel, pidato, atau khotbah, (4) kemampuan atau prosedur berpikir secara sistematis berpikir secara sistematis, kemampuan atau proses memberikan pertimbangan berdasarkan akal sehat, dan (5) pertukaran ide secara verbal. Merujuk pada makna leksikal dalam KBBI di atas, wacana dalam konteks analisis wacana kritis (AWK) ini makna leksikal pada butir (1) sampai dengan (5) memiliki relevansi dan dapat diimplementasikan dalam proses analisis wacana kritis secara objektif dan kritis yang didasarkan pada fakta dan data empiris dengan multikonteks kesemestaan yang menyertai.

      Kata kritis memiliki makna leksikal sesuai dengan KBBI VI daring Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa https://kbbi.kemdikbud.go.id/ antara lain:(1) bersifat tidak lekas percaya, (2) bersifat selalu berusaha menemukan kesalahan atau kekliruan, dan (3) tajam dalam penganalisisan. Dalam hal analisis wacana kritis maksudnya seorang penulis, peneliti, atau pengkaji harus memiliki rasa ingin tahu, yang tinggi, tidak lekas percaya, sebelum ditemukan fakta dan data empiris yang mendukung ketajaman analisisnya untuk menyimpulkan hasilnya sebagai jawaban dari permasalahan yang diajukan. Seorang penulis, peneliti, atau pengkaji wacana harus kritis dan melibatkan fakta dan data empiris serta ide dan gagasan kritis untuk menyelesaikan persoalan dengan konteks tuturan lisan dan tulis yang didasarkan pada fakta dan data empiris. Dalam rangka mendukung fakta dan data empiris maka harus menyertakan atau melibatkan konteks tuturan. Konteks tuturan lisan dan tulis dapat beraneka ragam, antara lain konteks pendidikan, sosial, budaya, hukum, politik, pemerintahan, nonpemerintahan, agama, kearifan lokal, dan multikonteks kehidupan lainnya. Oleh karena itu, perlu dipahami bahwa kritis ini dapat diwujudkan dengan menggunakan fakta, data, dan konteks yang empirik dengan -di, antara lain: di-lihat, di-dengar, di-rasakan, di-alami, di-kerjakan, di-komunikasikan, di-kolaborasikan, & di-cintai dengan multikonteks dalan kehidupan sehari-hari.

       Pembahasan masalah analisis wacana kritis dapat dilihat dalam perspektif analisis wacana tekstual dan kontekstual. Analisis wacana tekstual  masuk dalam interdisipliner linguistik struktural sedangkan analisis wacana kontekstual masuk dalam interdispliner linguistik fungsional. Dengan demikian analisis wacana kontekstual selaras dengan kajian pragmatik, yakni interdisipliner linguistik fungsional yang mengkaji maksud ujaran tersirat penutur kepada lawan tutur dengan melibatkan konteks tuturan yang dipahami bersama antara penutur, mitratutur, dan partisipan. Dalam perkembangan selanjutnya dapat dikaji dan dikembangkan pada interdisipliner linguistic psikopragmatik yang melibatkan ilmu psiologi dan linguistik yang terikat pada konteks tuturan lisan dan tulis. Konteks tuturan menjadi pembeda dalam interdisipliner linguistik yang beraneka ragam. Misalnya analisis wacana kontekstual, pragmatik, sosiolinguistik, psikolinguistik, neurolinguistik, psikopragmatik dan lain-lain. Semua rumpun bidang ilmu tersebut dibedakan oleh konteks tuturan atau tulisan yang dilibatkan dalam tuturan antara penutur, mitratutur, dan partisipan.

      Analisis wacana kritis (AWK) merupakan interdisipliner linguistik fungsional yang dapat dijadikan salah satu pendekatan analisis isi yang melibatkan teks, koteks, dan konteks secara menyeluruh. AWK akan menjadi salah satu model pendekatan dalam penelitian bahasa, khususnya penelitian dengan metode deskriptif kualitatif. Teknik analisis yang digunakan dapat menggunakan teknik analisis mengalir, yakni penyajian data, identifikasi data, penyajian data, analisis data, dan disimpulkan. Dengan demikian AWK dapat digunakan sebagai pisau analisis yang tajam, kritis, terukur, dan dapat menjawab permasalahan secara tepat, baik, kritis, adaptif, dan inspiratif. Oleh karena itu, dalam AWK perlu dilakukan dengan ketajaman analisis melalu penerapan 5M: mengidentifikasi, merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, dan menidaklanjuti secara cermat, teliti, dan terukur yang didukung dengan fakta dan data empirik yang sangat memadai dalam konteksnya.

Analisis wacana kritis (AWK) ini akan sangat relevan sebagai bagian proses pembekalan literasi dengan Ratulisa (rajin menulis dan membaca) bagai multigenerasi NKRI sebagai bekal keterampilan abad XXI dan penguasaan enam literasi dasar. Empat keterampilan abad XXI yakni: (1) berpikir kreatif, (2) berpikir kritis, (3) komunikatif, dan (4) kolaboratif. Hal ini akan semakin kuat Ketika didukung dengan penguasaan enam literasi dasar sebagai bagian konteks kesemestaan sebagai bekal analisis dalam AWK, antara lain: (1) literasi menulis dan membaca), (2) literasi numerik, (3) literasi digital, (4) literasi sains, (5) literasi keuangan, dan (6) literasi budaya dan kewargaan. Dengan bekal keterampilan abad XXI dan enam literasi dasar diharapkan dapat terwujud profil pelajar panca sila seperti yang diharapkan oleh pemerintah. Dengan demikian memahami hidup dan kehidupan dalam berbagai perspektif secara kritis akan dapat membuka wawasan dan pemikiran makrolinguistik bagai multigenerasi NKRI yang tersebar di 38 provinsi. Selamat dan sukses untuk terus berliterasi dengan Arfuzh Ratulisa (rajin menulis dan membaca)  di istana Arfuzh Ratulisa sepanjang masa sehingga dapat ikut serta menyinari dunia sepanjang masa.


“Membaca dan menulis merupakan proses alamiah yang dapat menghasilkan ilmu, amal, dan karya untuk semesta sepanjang masa dalam pelukan senja yang indah memesona sepanjang masa” 


Beranda Program Studi S-2 PBI Pascarjana IKIP PGRI Pontianak, 27 Juni 2024



Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top