Memahami Nilai-nilai Pancasila dalam Perspektif Pragmatik dan Psikopragmatik

Print Friendly and PDF

Memahami Nilai-nilai Pancasila dalam Perspektif Pragmatik dan Psikopragmatik

Oleh: Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum.

Dosen PBSI FKIP UNS, & Penggiat Literasi Arfuzh Ratulisa

Email: rohmadi_dbe@yahoo.com/Youtube/Tiktok: M. Rohmadi Ratulisa


Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum.


"Kawan, jiwa menyatu dalam kesemestaan bukan kerena bersama tetapi kara rasa dan cinta yang diyakini dapat menyatukan rasa, karsa, cipta, dan karya bagi  multigenerasi NKRI sepanjang masa"


       Proses belajar dan membelajarkan diri untuk membaca, memahami, dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila harus dimulai sejak dini. Hal ini menjadi salah satu kunci sukses untuk menanamkan nilai-nilai keteladanan dalam Pancasila yang terdiri atas lima sila, antara lain: (1) Ketuhanan Yang Maha Esa, (2) Kemanusian yang adil dan beradab, (3) Persatuan Indonesia, (4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan (5) Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Merujuk lima sila Pancasila tersebut, nilai-nilai yang terkandung didalamnya menjadi dasar Negara Republik Indonesia dan nilai-nilai kehidupan Masyarakat Indonesia untuk menyatukan seluruh masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan upaya dan strategi untuk menjadikan lima sila Pancasila tersebut sebagai sumber literasi Ratulisa (rajin menulis dan membaca)  dalam kehidupan bagi seluruh rakyat NKRI.

       Komitmen dan keyakinan seluruh masyarakat NKRI untuk dapat menjadikan nilai-nilai Pancasila tersebut sebagai  nilai-nilai kehiduapan dan sumber literasi Ratulisa harus dimulai dalam ranah keluarga, sebagai perwujudan miniature negara terkecil yang dialami dan dijalani oleh seluruh mutligenerasi NKRI. Penerapan prinsip 3M dalam literasi Ratulisa yang digaungakn oleh Lembaga Literasi Arfuzh Ratulisa Surakarta di istana Arfuzh Ratulisa tercinta, yakni: membaca, memahami, dan mengamalkan menjadi prinsip implementasi dalam literasi dengan Ratulisa. Upaya untuk dapat membaca lima sila Pancasila bagi anak-anak dan seluruh masyarakat Indonesia harus dilakukan dengan pembiasaan dan berulang-ulang dalam setiap kegiatan formal dan nonformal, sebagaimana menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia yakni Indonesia Raya. Dengan membiasakan membaca, berlatih, dan memahami isinya maka pelan namun pasti seluruh anak-anak dan masyarakat Indonesia akan hafal dengan sendirinya. Selain itu, upaya untuk menanamkan rasa nasionalisme dan karakter yang berlandaskan nila-nilai Pancasila juga dapat terwujud melalui keteladanan diri, keluarga, masyarakat, pejabat publik, guru, dosen, dan seluruh masyarakat Indonesia secara komprehensif.

       Implementasi nilai-nilai Pancasila yang terdapat dalam lima sila Pancasila harus dipahami makna dan maksudnya secara harfiah dan fungsionalnya. Secara harfiah, lugas,  atau leksikal kelima sila tersebut dapat dipahami sesuai bentuk dna fungsinya dalam lima sila tersebut, sesuai dengan sila ke-1 sampai dengan sila ke-5 yang dibaca secara formal. Dalam lingusitik pemahaman makna leksikan didasarkan pada bentuk dan fungsinya tersebut dipahami dengan pemahaman struktural atau dalam perspektif mikro. Kemudian memahami maksud tersirat dalam sila-sila Pancasila yang didasarkan pada konteksnya disebut dengan pemahaman dalam perspektif pragmatik yang termasuk dalam kajian interdisipliner linguistik fungsional. 

       Pragmatik merupakan interdidipliner linguistik fungsional atau linguistik makro yang memahami maksud ujaran atau tulisan yang terdapat dibalik ujaran atau tulisan tersebut dengan melibatkan konteks.  Kemudian psikopragmatik merupakan interdisipliner linguistik fungsional yang melibatkan konteks dan kejiwaan emosional seorang penutur. Hal ini dapat dilihat pada konteks situasi dan kondisi kejiwaan emosional penutur dalam kondisi senang, bahagia atau sedang emosi atau marah tentu akan berbeda hasil ujaran atau tuturan yang dihasilkan.  Misalnya sila kesatu Pancasila, (1) Ketuhanan yang Maha Esa. Secara harfiah kalimat pada sila ke-1 Pancasila tersebut ya hanya berbentuk kalimat informatif bahwa “Ketuhanan Yang Maha Esa” dan dilihat dari fungsinya ya berfungsi sebagai kalimat informatif kepada pembacanya. Namun demikian saat dipahami secara pragmatik dan psikopragmatik, sila ke-1 Pancasila tersebut memiliki maksud yang yang terkandung didalamnya dan memiliki fungsi tersendiri bagai pembaca. 

       Secara pragmatik kalimat pada sila ke-1 dapat menjadi tindak tutur lokusi yakni menyatakan informasi mengenai “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Kemudian kalimat tersebut juga dapat dipahami sebagai tindak tutur ilokusi yang menyatakan dan memilki maksud yang terkandung dibalik tulisan pada sila ke-1 sebagai maksud tersirat. Maksud tersirat sebagai tindak ilokusi pada sila-1 yakni mengajak seluruh masyarakat Indonesia menjadikan Tuhan Yang Maha Esa sebagai satu-satunya rujukan dan sandaran tertinggi dalam segala aktivitas keduniawian bagi seluruh masyarakat Indonesia yang tersebar di 38 provinsi dan luar negeri. Kemudian secara pragmatik juga dapat dipahami sila ke-1 sebagai tindak tutur perlokusi, yakni mengajak dan diharapkan dilaksanakan secara mendiri atas dasar keyakinan dan kesadaran seluruh masyarakat Indonesia untuk memahami, menjalankan, dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila sebagai wujud komitmen diri dan keyakinan aqidah religi yang diyakini dengan agama apa pun yang dilindungi UUD 1945 di seluruh wilayah NKRI.

       Kemudian dalam perspektif psikopragmatik, sila ke-1 Pancasila akan menjadi kekuatan rasa, karya, dan cipta bagi seluruh masyarakat Indonesia yang menjadikan Pancasila sebagai rujukan nilai-nilai karakter yang dimiliki sebagai warga Indonesia yang taat beragama, memahami, dan mengamalkan. Dengan membaca, memahami, dan mengamalkan sila ke-1 Pancasila maka seluruh masyarakat NKRI diharapkan dapat memiliki tiga nilai rasa sebagai bentuk kesadaran diri untuk memiliki akhlakul karimah yang bermoral dan menjadi teladan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Tiga nilai kesadaran diri yang menjadi landasan kesadaran emosi dan kejiwaan tersebut antara lain: (1) nilai rasa, hal ini dibuktikan dengan setiap manusia dan seluruh masyarakat Indonesia dapat merasakan segala sesuatu disekelilingnya dengan 8 di- antara lain, apa yang di-: (1) dilihat, (2) didengar, (3) dirasakan, (4) dikerjakan, (5) didiskusikan, (6) dikritisi, (7) dikolaborasikan, dan (8) disayangi. Dengan memahami dan menerapkan 8 kesadaran yang di- tersebut setiap manusia dan seluruh masyarakat Indonesia diharapkan dapat memiliki kesadaran rasa dalam kebhinekaan.  

      Kemudian dalam perspektif psikopragmatik yang kedua nilai karsa, yakni setiap proses penciptaan karya yang dihasilkan oleh manusia dan seluruh masyarakat Indonesia berdasarkan hasil karya untuk semesta (aryaseta) menjadi sumber literasi Ratulisa bagi seluruh masyarakat NKRI. Kemudian perspektif psioprakmatik yang ke-3 yakni cipta. Hal ini dimaksudkan dalam penciptaan apa pun yang didasarkan pada rasa, karsa, dan cipta harus didasarkan pada keyakinan  dan kesadaran bahwa yang memberikan kemampuan dan keyakinan untuk dapat merasakan, melahirkan keinginan dan ide gagasan untuk berkarya untuk semesta dan  menghasilkan ciptaan sebagai hasil karya tertinggi sebagai manusia Indonesia harus diwujudkan dan diselimuti dengan kesadaran bahwa semua itu adalah kehendak Tuhan yang menciptakan dan menguasai semesta. Dengan demikian pemahaman nilai-nilai Pancasila dalam perpsektif pragmatik dan psikopragmatik dapat menjadi salah satu alternatif sebagai upaya untuk menjelaskan dan mendeskripsikan nilai-nilai Pancasila kepada seluruh masyarakat NKRI.

       Pemahaman nilai-nilai Pancasila sebagai sumber literasi Ratulisa bagi seluruh masyarakat Indonesia dalam kebhinekaan harus terus disosialisasikan, baik secara langsung, media cetak, dan media online. Hal ini sebagai bentuk perwujudan nyata untuk menanamkan rasa nasionalisme dan kesadaran diri bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk dapat menerapkan 3M dalam proses literasi ratulisa bersama Lembaga Literasi Arfuzh Ratulisa, yakni membaca, memahami, dan mengamalkan. Dalam berbagai konteks kehidupan dan kebhinekaan, proses belajar dan membelajarkan diri sepanjang hayat bagi seluruh masyarakat NKRI menjadi keniscayaan. Dengan memahami lima sila Pancasila diharapkan dapat melahirkan profil pelajar Pancasila dan profil masyarakat Indonesia yang memiliki komitmen dan kesadaran untuk: (1) berketuhanan atau religious, (2) sikap toleran dan adil, (3) bersatu dalam kebhinekaan, (4) mengedepankan musyawarah untuk mufakat, diskusi, dan gotong royong dalam setiap aktivitasnya di masyarakat, dan (5) memiliki jiwa berkeadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia. Dengan demikian, untuk memahami nilai-nilai Pancasila secara komprehensif dalam perspektif pragmatik dan psikopragmatik dapat dijadikan salah satu alternatif sosialisasi dan penanaman nilai-nilai karakter dan nasionalisme berbasis nilai-nilai Pancasila bagi seluruh masyarakat NKRI secara bertahap dan berkelanjutan.

“Kerinduan untuk memeluk bintang, bulan, dan matahari akan selalu menjadi kekuatan untuk berjuang dan bergerak untuk menggerakkan sayap-sayap kesemestaan dalam multikonteks kehidupan.

Beranda Istana Arfuzh Ratulisa, 1 Juli 2024


Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top