KENAPA BERGANTI NAMA

Print Friendly and PDF

KENAPA BERGANTI NAMA


Oleh: Prof. Dr. Bani Sudardi

Guru Besar Ilmu Budaya, Universitas Sebelas Maret dan Anggota Dewan Pakar Senawangi, Jakarta


Prof. Dr. Bani Sudardi


       Belum lama tersiar suatu kabar yang menghebohkan bahwa nama asli Presiden Joko Widodo adalah Mulyono. Setelah dikonfirmasi langsung kepada presiden, memang dibenarkan bahwa nama aslinya Dahulu ketika kecil adalah Mulyono. Namun demikian, ketika kecil ini Mulyono mengalami sakit-sakitan sehingga ibunya mengubah namanya menjadi Joko Widodo. 

       Dalam tradisi Jawa, pengubahan nama atau penambahan nama adalah sesuatu yang lumrah terjadi. Ada kepercayaan dalam tradisi budaya Jawa bahwa anak yang sakit-sakitan terus boleh jadi karena tidak kuat dengan namanya. Karena itu, orang tua kemudian mengusahakan dengan nama yang lain. Dalam budaya Jawa, kondisi tersebut kabo disebut dengantan jeneng (keberatan nama). Karena itu, anak tersebut kemudian diganti dengan nama yang lebih ringan. Nama tersebut biasanya diganti nama yang mudah, ringan, dan berisi harapan yang baik, atau sesuatu yang ringan dan tidak berharga. Contoh nama-nama mudah, berisi harapan yang baik misalnya urip (hidup), ayem (tentrem), awu (debu), tumbu, tomblok, wage, dan sebagainya. 

       Tradisi pengubahan nama tidak mesti karena seseorang mengalami sakit-sakitan. Ada beberapa hal lain yang menyebabkan seseorang berubah namanya. Orang yang sering diganggu oleh makhluk halus, pernah hilang di gondol wewe atau genderuwo, atau mengalami hal-hal luar biasa biasanya seperti tercebur sumur atau terbawa banjir juga diganti namanya. Hal tersebut dimaksudkan agar makhluk halus yang sering mengganggunya tidak mengenali lagi karena namanya sudah diganti. Menurut cerita, makhluk halus mencari seseorang menurut nama yang dipanggilkan oleh orang-orang di sekitarnya. Ketika namanya berubah, maka makhluk halus menjadi bingung dan tidak berani mengganggu lagi. Khawatirnya salah alamat. 

       Dalam tradisi Jawa ada juga peristiwa-peristiwa yang menjadikan seseorang menjadi makanan Batara Kala. Peristiwa yang menjadikan seseorang menjadi makanan Batara Kala misalnya orang yang sedang membajak dan bajaknya patah, orang yang sedang memasak dan tungkunya roboh, orang yang sedang membuat jamu lalu batu penghancur jamunya (gandik) patah, anak yang jatuh dari gendongan. 

       Untuk kelompok yang menjadi makanan Batara Kala karena kurang hati-hati kerja ini, maka ada beberapa cara agar terhindar dari ancaman Batara Kala. Cara yang pertama orang tersebut diruwat dengan cara dipentaskan wayang dengan lakon Murwakala. Yang kedua orang ini tersebut melakukan tindakan berperilaku seperti orang gila. Sampai ada orang mengatakan sebagai orang gila. Konon menurut cerita, kalau ada orang yang mengatakan dia sebagai orang gila maka Batara Kala tidak mau memakan orang yang gila sehingga orang tersebut menjadi selamat dari santapan Batara Kala. Sementara cara yang ketiga adalah dengan mengubah nama orang tersebut. Menurut kepercayaan, apabila orang telah berubah nama maka Batara Kala khawatir juga bila mau memakannya karena takut bila salah sasaran. Meskipun Batara kalah seorang raksasa, di dalam bersantap Dia memiliki aturan-aturan dan sesuai dengan perjanjiannya dengan Batara Guru, tidak sembarang orang boleh disantapnya.

       Dalam tradisi Jawa, benda atau nama diijinkan memiliki sebutan sampai 10. Tradisi ini disebut sebagai dasanama (sepuluh nama). Beberapa tokoh dalam Wayang ada yang memiliki nama lebih dari satu dan pada umumnya maksimal sampai 10. Nama-nama sering berkaitan dengan kejadian yang pernah dialami atau kondisi pemilik nama. 

       Hanoman misalnya disebut sebagai Anjani Putra karena dia anak Dewi Anjani. Dia juga disebut Kapiwara bermakna monyet pembawa berita karena dia pernah ditugaskan mencari berita oleh Sri Rama. Sebutan lain adalah Rewandapingul yang artinya monyet yang memiliki tanggung jawab besar. Nama Wanara seta karena Hanoman berbulu putih. Hanoman juga disebut Senggana karena dia juga menjadi pahlawan perang. Hal ini ditegaskan dengan nama Rama Handayapati karena Hanoman adalah senapati dari Sri Rama.

       Tokoh yang sangat terkenal di kalangan orang Jawa yang bernama Sunan Kalijaga juga memiliki banyak nama. Nama asli beliau ketika masih kecil adalah Raden Said. Dia sering juga disebut sebagai Pangeran Tuban karena berasal dari keluarga bangsawan Adipati Tuban. Ketika beliau bertualang dan menjadi seorang beranda atau penjahat dia dikenal sebagai berandal Lokajaya. Ketika beliau berguru kepada Sunan Bonang mengenai ilmu-ilmu maka beliau kemudian mendapat nama Abdulrahman. Karena tugas Sunan Kalijaga adalah seorang dakwah keliling maka dia sering disebut sebagai Syekh Malaya. Karena dia pernah tinggal di suatu tempat di Cirebon yang disebut sebagai daerah Kalijaga, maka dia sering disebut juga sebagai Sunan Kalijaga. 

       Tentang nama Kalijaga ini terdapat banyak pembicaraan. Ada yang menyebutkan bahwa nama Kalijaga ini karena beliau ketika berguru kepada Sunan Bonang disuruh untuk bertapa di pinggir sungai sehingga sering disebut sebagai penjaga sungai atau Kalijaga. Pada sisi yang lain, ada sebutan yang salah baca. Kalijaga berasal dari Kadi Zaka, yang artinya seorang Hakim yang bersih. Sunan Kalijaga juga sering disebut sebagai Sunan Kadilangu karena dia dimakamkan di Kadilangu.

       Perubahan nama atau pemberian nama baru juga dapat terjadi pada orang yang baru saja berguru. Para guru sering memberikan nama baru yang sesuai dengan karakter perguruannya. Perguruan Islam biasanya memberi nama sesuai dengan tradisi nama yang ada dalam kelompok orang Islam. Nama-nama sering bersumber dari bahasa Arab seperti nama nabi, nama sahabat nabi, nama malaikat. Sebagai contoh, ada seseorang yang nama aslinya adalah Sadiman. Setelah berguru kepada seorang ustad dia diberi nama Ridwan. Pernah juga terjadi pemberian nama itu diberikan oleh seorang guru sekolah dasar kepada muridnya dengan maksud supaya namanya menjadi lebih baik. Hal itu disebabkan karena anak tersebut cerdas sehingga harus diimbangi dengan nama yang baik. 

       Seorang yang baru saja menikah pada umumnya juga diberi nama baru atau sering disebut sebagai nama tua. Mama baru tersebut dihubungkan dengan cita-cita sehingga namanya dibuat lebih agung dan bagus. Kadang nama-nama merupakan hadiah dari orang tuanya yang berisi doa untuk pengantin. Sebagai misal, nama Kertapawiro mempunyai harapan agar hidup makmur dan berwibawa.

       Perubahan nama yang terakhir adalah perubahan nama akibat mendapat pangkat atau jabatan baru. Di Keraton Jogja dan Solo sampai saat ini masih terdapat tradisi pemberian gelar dan sekaligus pemberian nama baru. Nama-nama sesuaikan dengan pekerjaan orang yang diberi nama itu. Sebagai misal seorang abdi negara akan diberi nama Harjanegara. Seorang dokter akan mendapat nama dengan unsur usada (pengobatan), dan lain-lain .

       Demikian sedikit gambaran tentang perubahan nama dalam kebudayaan Jawa. Hal ini merupakan suatu tradisi yang sudah berlangsung secara turun-temurun dari masa lalu hingga ke masa sekarang.





Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top