Pragmatik dan Pembelajaran Pragmatik sebagai Mitigasi Berbicara yang Kurang Baik dan Santun dalam Berkomunikasi Multigenerasi NKRI

Print Friendly and PDF

Pragmatik  dan Pembelajaran Pragmatik sebagai Mitigasi  Berbicara yang Kurang Baik dan Santun dalam Berkomunikasi Multigenerasi NKRI


Oleh: Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum.

Dosen PBSI FKIP UNS, & Penggiat Literasi Arfuzh Ratulisa

Email: rohmadi_dbe@yahoo.com/Youtube/Tiktok: M. Rohmadi Ratulisa


Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum.


"Kawan, berliterasi  dengan Ratulisa (rajin menulis dan membaca) akan membuka ruang untuk menuangkan ide dan gagasan secara merdeka dengan segala kerinduan bercerita dan memperoleh pengetahuan baru dalam dekapan ruang semesta yang berkebhinekaan seperti pelangi yang indah karena warna-warni perbedaan warnanya"

       Pragmatik merupakan interdisipliner linguistik fungsional yang memahami maksud tersirat dibalik tuturan/ ujaran/ tulisan seorang penutur/ penulis yang melibatkan konteks. Perlu diketahui belajar pragmatik akan dapat menjadi mitigasi berbicara yang kurang baik dan santun dalam berkomunikasi sehari-hari, baik tulis dan lisan. Hal ini dapat dilihat pada fakta dan data empirik yang terjadi dalam ujaran-ujaran kebencian, umpatan, dan berbagai tulisan yang terdapat pada media online atau media sosial (silahkan cek pada media sosial, Youtube, Whatsapp group, Facebook, dan media-media lain yang sejenis). Merujuk kondisi pemakaian bahasa yang kurang baik dan santun tersebut akan membuat keprihatinan bagi orang tua, guru, dosen, masyarakat, dan pemerintah. Artinya ada penurunan karakter, budi pekerti, dan kesantunan dalam bertutur dan bahkan bersikap pada multigenerasi NKRI. Oleh karena itu, memelajari, memahami, dan mengimplementasikan pragmatik dan pembelajaran pragmatik sangat penting untuk seluruh masyarakat Indonesia, mulai jenjang TK, SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK, dan PT.

       Pembelajaran pragmatik harus dibuat aktif, kreatif, dan menyenangkan berbasis kasus dan proyek. Hal ini sebagai upaya penguatan, pemahaman, dan model pengembangan pembelajaran pragmatik yang menyesuaikan dengan konteks kekiniaan. Pembelajaran pragmatik harus disesuaikan dengan konteks pembelajar jenjang TK, SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK, dan PT. Oleh karena itu, diperlukan kolaborasi dan kreativitas antardosen pragmatik dalam pembelajarannya. Selain itu, dosen-dosen pragmatik juga haus melaksanakan kolaborasi dengan guru-guru sekolah dasar dan menengah untuk dapat membelajarkan pragmatik tingkat dasar, menengah, dan tinggi. Upaya untuk membelajarkan pragmatik secara aktif, kreatif, dan menyenangkan ini akan dapat membuka ruang-ruang kesemestaan untuk terus berlatih terampil berbicara, memahami karakteristik penutur dan lawan tutur, implikatur dan praanggapan, prinsip kerja sama dalam bertutur, prinsip kesantunan dalam bertutur, dieksis, teks, koteks, dan konteks, situasi tutur, dan tujuan tuturan secara komprehensif. Pemahaman yang utuh terkait dengan pragmatik dan pembelajaran pragmatik ini akan memiliki banyak manfaat untuk mengurangi ujaran kebencian dan tuturan yang kurang baik dan santun bagi seluruh masyarakat NKRI.

       Berkomunikasi dengan lawan tutur diperlukan kejernihan hati dan pikiran untuk menyampaikan tujuan tuturan. Penutur dan lawan tutur harus memiliki pemahaman konteks yang sama sehingga antara maksud tersurat dan implikatur (maksud tersirat) yang ingin disampaikan penutur kepada lawan tutur dapat tersampaikan dengan baik. Dengan demikian, praangapan yang muncul dalam pemahaman lawan tutur juga tidak terlalu jauh dari implikatur yang disampaikan. Pemahaman teks, koteks, dan konteks tuturan menjadi kata kunci dalam berkomunikasi yang baik dan santun di mana pun berada dan dalam konteks apa pun. Kata kunci dalam berkomunikasi antara penutur dan lawan tutur adalah menghargai, menghormati, dan memanusiakan lawan tuturnya dengan baik dan santun. Cara ini dapat dilakukan dengan memilih diksi yang tepat, menggunakan nada suara yang menyejukkan dan kata-kata yang menyenangkan bagi lawan tutur.

       Pragmatik dan pembelajaran pragmatik memiliki fungsi untuk mitigasi berbicara yang kuang baik dan santun bagi seluruh masyarakat Indonesia. Semua pihak harus saling berusaha untuk menjaga keharmonisan antar teman, sahabat, kawan, saudara, lawan politik sekali pun, dan semua unsur masyarakat untuk menjaga persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan. Peran penting kedua orang tua menjadi model kesantunan berkomunikasi, guru dan dosen menjadi contoh dan teladan di sekolah dan kampus, dan masyarakat menjadi contoh berkomunikasi yang baik dan santun dalam berbagai konteks kehidupan. Berbagai perilaku, tuturan, ujaran, tulisan, dan segala wujud pertentangan dan peristiwa yang dapat memantik emosi dan pertikaian harus terus dilakukan mitigasi agar tidak meracuni dan merasuki pikiran generasi muda NKRI. 

       Belajar dan pembelajaran pragmatik harus terus digaungkan dan diimplementasikan sebagai upaya untuk menumbuhkembangkan budaya ketimuran Indonesia untuk berkomunikasi dengan baik, santun, menghargai, menghormati, dan dapat memanusiakan manusia dengan sangat baik. Berbagai upaya untuk dapat mewujudkan itu antara lain dengan banyak praktik berkomunikasi yang baik, dan santun dalam situasi formal dan nonformal, terus berliterasi dengan Ratulisa, dan menjaga kebhinekaan dengan segala keharmonisan berkomunikasi dalam segala konteks kehidupan.


“Kata, fras, klausa, kalimat, paragraf, dan wacana menjadi kekuatan ketika disampaikan dalam bentuk lisan dan tulis sesuai dengan konteks yang tepat. Pilihan diksi yang tepat dapat menyejukkan hati tetapi pilihan diksi yang kurang tepat dapat mengakibatkan malapetaka dan karma yang menyakitkan sepanjang masa”

Istana Arfuzh Ratulisa Surakarta, 3 Oktober 2024


Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top