Pragmatik dan Pembelajaran Pragmatik sebagai Mitigasi Ujaran Kebencian Era Digital

Print Friendly and PDF

Pragmatik dan Pembelajaran Pragmatik sebagai Mitigasi Ujaran Kebencian Era Digital


Oleh: Prof. Dr. Muhammad Rohmadi, S.S., M.Hum.

Dosen PBSI FKIP UNS, & Penggiat Literasi Arfuzh Ratulisa

Email: rohmadi_dbe@yahoo.com/Youtube/Tiktok: M. Rohmadi Ratulisa


Prof. Dr. Muhammad Rohmadi, S.S., M.Hum.


"Kawan, hati dan pikiran yang jernih akan melahirkan kata-kata yang bijak dan menyejukkan hati sebagai teladan dan sumber literasi dengan Ratulisa (rajin menulis dan membaca) bagi multigenerasi NKRI dalam multikonteks kehidupan"

 

      Dengan kekuatan cinta, kasih sayang, semangat, dan rasa syukur pada Allah SWT yang telah mengantarkan saya untuk berkarier, berkarya, dan akhirnya diberikan amanah untuk meraih jabatan akademik Guru Besar/Profesor pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta yang akan dikukuhkan pada hari Rabu, 18 Desember 2024 yang penuh kebahagiaan dan doa terbaik dari Bapak dan Ibu sekalian, izinkan saya menyampaikan pidato pengukuhan Guru Besar saya dalam ranting ilmu/ kepakaran Pragmatik dan Pembelajaran Pragmatik dengan judul pidato pengukuhan ”Strategi Tutur Pragmatik sebagai Mitigasi Berkomunikasi dan Berliterasi dengan Ratulisa yang Kurang Baik & Santun dalam Multikonteks Kehidupan.”

       Pragmatik merupakan cabang ilmu linguistik yang memelajari maksud ujaran yang tersirat dibalik ujaran/tuturan seorang penutur (O1) yang melibatkan konteks dalam kehidupan sehari-hari. Belajar pragmatik berarti belajar memahami maksud dan tujuan tuturan penutur (O1) kepada lawan tutur (O2) dengan memerhatikan konteks yang dilibatkan dalam tuturan tersebut. Oleh karena itu, dengan memahami pragmatik dan pembelajaran pragmatik akan dapat meminimalisir kesalahapahaman dalam berkomunikasi seorang penutur dengan lawan tutur dalam situasi formal dan nonformal era digital. Dengan demikian, belajar pragmatik dapat menjadi mitigasi ujaran kebencian era digital dalam multikonteks kehidupan dengan kebhinekaan media sosial yang beragam. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan tujuan penutur kepada lawan tutur dengan pemahaman konteks yang dibangun berdasarkan konteks tuturan dan pengalaman bersama antara penutur dengan lawan tutur akan tepat sesuai dengan tujuan tuturan yang diinginkan.

       Belajar pragmatik itu mudah dan menyenangkan dalam multikonteks kehidupan. Belajar pragmatik merupakan lanjutan belajar linguistik secara umum. Apabila dilihat dalam perspektif linguistik struktural, dapat dipelajari fonologi, morfologi, sintaksis, wacana struktural & gramatikal, dan semantik. Sementara itu, dalam perspektif linguistik fungsional dapat dipelajari pragmatik, psikopragmatik, sosiopragmatik, sosiolinguistik, siberpragmatik, psikolinguistik, neurolinguistikk, geografi diaelek, etnolinguistik dll. Belajar pragmatik merupakan proses mengenali kehidupan dan mengimplementasikan pragmatik dan pembelajaran pragmatik dalam kehidupan seharai-hari dengan multikonteks kehidupan. Hal ini dapat dicermati pada tindak tutur pragmatik berikut. Perhatikan percakapan antara penutur (O1) dengan lawan tutur (O2) berikut. “Mas Mamad (O1): Grendis, yakin mau nyalon Gubernur Kalimatan Utara? Grendis (O2): Yakinlah, aku mau mengabdikan diriku untuk rakyat di Kalimantan Utara. Mas Mamad: Mengapa tidak di Jawa Tengah saja?. Grendis: Aku sadar diri kualitas dan keberterimaanku saat ini. Saya tidak mau, seperti pungguk merindukan bulan. Mas Mamad: Juoss Guandhos semoga sukses ya.” Merujuk pada percakapan O1 dengan O2 dapat diperoleh informasi yang menyatakan maksud tersurat dan tersirat. Maksud tersirat, dalam pragmatik disebut dengan implikatur, kemudian ada pranggapan yang diberikan lawan tutur, ada tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi dalam perspektif pragmatik. 

       Belajar pragmatik itu sangat menyenangkan karena belajar mengenai penutur, lawan tutur, konteks tuturan, prinsip kerja sama, prinsip kesantunan, deiksis, dan pembelajaran pragmatik dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memahami teks, koteks, dan konteks dalam kehidupan maka dapat dipahami maksud tuturan seorang penutur, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan multikonteks kehidupan. Dengan demikian, belajar pragmatik dan pembelajaran pragmatik dapat menjadi mitigasi ujaran kebencian era digital dengan multikonteks kehidupan yang beragam dengan media sosial saat ini. Semoga kita semua dapat menjadi teladan bagi multigenerasi NKRI dengan bertutur yang benar, baik, santun dalam situasi formal dan nonformal dengan multikonteks kehidupan.


“Kala senja mulai menuju ke peraduannya, mimpi dan imajinasi akan terwujud dalam pelukan kenangan dan semesta yang akan terus menyinari dunia, seperti bintang, bulan, dan matahari yang menyinari bumi sepanjang hari, baik tampak maupun tidak tampak oleh manusia”


Surakarta, 13 Desember 2024

Salam hormat,

Muhammad Rohmadi




Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top