Featured

Headline News

Beragama yang Benar Kunci Kemajuan Bangsa

31 Mar 2025

larise tv

Kabar Desa

Desa Metuk, Mojosongo Segera Mempunyai Ponpes

Peletakan batu pertama dihadiri oleh perwakilan bupati, ketua DP...

  • 01 Mar 2025
  • 0

Belajar Merajut Silaturahmi dan Memaafkan Sebelum Dimintakan Maaf

Print Friendly and PDF

Belajar Merajut Silaturahmi dan Memaafkan Sebelum Dimintakan Maaf 


Oleh: Prof. Dr. Muhammad Rohmadi, S.S. M.Hum.

Dosen PBSI FKIP UNS, & Penggiat Literasi Arfuzh Ratulisa

Email: rohmadi_dbe@yahoo.com/Youtube/Tiktok: M. Rohmadi Ratulisa


Prof. Dr. Muhammad Rohmadi, S.S. M.Hum.


"Kawan, kesalahan, kekurangan, kekhilafan, dan kelemahan itu sudah menjadi keniscayaan menyertai manusia sebagai hamba-Nya maka upaya yang terbaik harus dilakukan yaitu belajar untuk terus bersilaturahmi dan memaafkan sebelum dimintakan maaf dalam silaturahmi terakhir dalam kehidupan"


       Berpuasa setiap tahun pada bulan Ramadhan telah dijalani setiap tahun oleh seluruh masyarakat muslim di Indonesia dan dunia. Sebulan penuh telah digodhok pada kawah candra dimuka untuk dapat menjadi hamba yang benar-benar bertaqwa. Kata kunci keimanan dan ketaqwaan terletak pada komitmen dan integritas masing-masing diri yang diucapkan melalui syahadat tauhid dan syahadat rasul, kemudian melaksanakan salat, menunaikan puasa pada bulan Ramadhan, membayar zakat fitrah bagi yang mampu, dan menunaikan ibadah haji bagi yang mampu. Pada prinsipnya komitmen dan integritas keimanan dan ketaqwaan tersebut terletak pada dua pilar membaca syahadat dan melaksanakan salat wajib lima waktu. 

       Sementara pilar ketiga, puasa bulan Ramadhan, masih ada ruang dan kesempatan untuk mengganti dengan membayar fidyah apabila tidak mampu atau berhalangan bagi wanita, sedangkan pilar keempat dan kelima, yakni membayar zakat dan melaksanakan haji juga ada syaratnya apabila mampu. Dengan demikian, dapat ditegaskan kembali untuk dapat mencapai target naik kelas menjadi manusia sebagai hamba-Nya yang beriman dan bertaqwa harus dapat memiliki dan menjaga komitmen serta integritas diri untuk mengucapkan, meyakini, memahami, dan mengamalkan sahadat tahuid, sahadat rasul, dan menjalankan salat dengan sepenuh hati ikhlas hanya untuk berserah diri kepada-Nya. 

       Pengantar di atas menjadi pilar pondasi dasar untuk membangun kesadaran kembali setiap manusia sebagai hamba-Nya yang mengaku telah lulus dan naik kelas setelah menjalani penggodhokan pada kawah candradimuka (yaitu puasa satu bulan penuh pada bulan Ramadhan tahun ini) dengan segala ibadah wajib dan sunahnya. Prinsip dasar untuk membangun kesadaran dan evaluasi diri setiap manusia dengan penuh kesadaran sebagai bentuk evaluasi diri dan tindak lanjut pada akhir bulan Ramadhan, dengan satu pertanyaan mendasar, “Bagaimana kualitas puasa yang telah Saudara jalani selama satu bulan penuh?” Jawabnaya ada pada hati dan sanubari masing-masing pembaca sebagai bahan perenungan dan evaluasi diri untuk ditindaklanjuti setelah ditinggalkan bulan Ramadhan tahun ini. 

       Penulis meyakini, semua manusia akan menjawab, “Saya telah menyelesaikan puasa pada bulan Ramadhan secara penuh tanpa ada hutang tahun ini” Jawaban itu merupakan jawaban normatif secara kuantitas, pertanyaan lanjutannya “Bagaimana kualitasnya, “Apakah kualitas puasa Saudara tahun ini sangat baik, baik, cukup baik, atau bahkan sangat kurang?” Jawabnya sekali lagi terletak pada hati dan sanubari masing-masing pembaca. Akan tetapi hal terbaik yang harus disadari bersama-sama sebagai bentuk evaluasi dan perenungan diri bahwa manusia tempat salah, khilaf, kurang, dan lemah sehingga manusia harus selalu mohon ampunan dan terus berdoa untuk memohon yang terbaik sesuai yang dibutuhkan bukan yang dinginkan kepada Tuhan yang maha Esa sepanjang waktu dengan penuh kesadaran diri tanpa paksaan dari siapa pun dan dari mana pun. Ingatlah Saudaraku, Tuhan Yang Maha Esa lebih tahu mana yang terbaik untukmu diantara doa-doamu yang harus dikabulkan sekarang, besok, lusa, atau kapan pun. Manusia hanya dapat merencanakan, memohon, dan keputusan akhir ada pada-Nya maka harus diterima dengan ikhlas tanpa mengeluh sedikit pun.

       Bulan puasa Ramadhan tahun ini benar-benar sudah meninggalkan kita, hari ini atau esok sesuai dengan wilayah geografisnya masing-masing di seluruh belahan dunia. Apa tindak lanjut perenungan dan evaluasi diri yang dapat dilakukan pada bulan berikutnya yang melanjutkan perjalanan kehidupan kita untuk menjelajahi semesta sepanjang masa. Hidup harus terus berjalan meskipun kesadaran sebagai manusia telah menunjukkan temuan kesalahan, kekhilafan, kekurangan, dan kelemahan sebagai manusia tanpa batas (karena hanya hati sanubari kita dan Tuhan Yang Maha Esa yang tahu). Tindak lanjut yang terbaik pada bulan syawal sebagai bulan peningkatan kualitas diri yaitu belajar dan membelajarkan diri untuk terus merajut silaturahmi dan belajar memaafkan sebelum dimintakan maaf pada silaturahmi terakhir dalam kehidupan. Sikap diri untuk mau bergerak dan menggerakkan sayap-sayap kesemestaan untuk merajut silaturahmi merupakan niat mulia dan hakiki dalam hidup dan kehidupan yang terus berputar tiada henti. 

       Perhatikan contoh dan fakta saat ini, berdasarkan kenyataan dan data empirik yang dapat diperhatikan pada wilayah NKRI dan dunia, baik secara langsung maupun media digital antara lain, (1) situasi antrian mudik pada jalan tol dan nontol, (2) semua pelabuhan penuh antrian, (3) semua bandara penuh antrian, (4) semua terminal penuh antrian, dan (5) semua jalan raya begitu penuh antrian dan bahkan kadang macet dengan kendaraan dan antrian panjang kendaraan roda dua dan empat, semua itu sebagai wujud dan niat mulia untuk merajut silaturahmi kepada kedua orang tua, pakde, budhe, paklik, bulik, saudara, sahabat, handai taulan, dan seluruh masyarakat di kampung halaman, baik secara individu, kelompok, dan sosial yang dikenalnya. Langkah praktis dan stratgegis tersebut ditempuh dengan segala ruang, perjuangan, pengorbanan, dengan sarana harta, benda, pikiran, dan psikologis yang tidak kecil sehingga perjuangan untuk merajut silaturahmi inilah sebagai bentuk wujud nyata kesadaran diri bahwa manusia memiliki kelemahan, kekurangan, kekhilafan, yang harus ditebus dan dilebur dengan bertemu, sowan untuk sungkem kepada orang tua (bagi yang masih memiliki kedua orang tua yang masih hidup) dan Saudara-Saudara di kampung halamannya sebagai wujud peleburan dosa, khilaf, dan kesalahan yang diakuinya dengan memaafkan dan memohon maaf sehingga terjadi resiprokal (saling memafkan dan memohon maaf lahir batin) dengan merajut silaturahmi, baik secara langsung maupun melalui media elektronik yang dimilikinya pada era digital saat ini. 

       Hakikat tertinggi dalam silaturahmi adalah belajar memaafkan dengan ikhlas tanpa diminta dan meminta pada pihak yang merasa bersalah untuk memohon maaf lahir dan batin. Sebagaimana Tuhan Yang Maha Esa selalu mengampuni, memaafkan, dan menyayangi seluruh hamba-Nya di seluruh muka bumi tanpa membeda-bedakan. Jadi begitu kerdilnya dan sempitnya pikiran dan hati manusia apabila sampai tidak mau memaafkan dan memohon maaf (apabila memiliki kesalahan, baik yang disengaja maupun tidak disengaja) kepada sesama manusia di bumi dan kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai penguasa dan pemilik semesta sepenuhnya. Dengan demikian, diperlukan keteladanan bagi para pemimpin di wilayah NKRI untuk dapat menjadi teladan bukan sekadar memberi teladan (alias ungkapan lisan tapa tindakan) dan menjadi contoh bukan sekadar memberi contoh (praktik langsung sebagai contoh) untuk dapat memaafkan kesalahan seluruh rakyatnya (semua manusia yang telah berbuat salah kepadanya), anak buah, dan seluruh koleganya, baik secara langsung maupun tidak langsung. 

       Berikut ini sebagai contoh ungkapan keteladanan untuk merajut silaturahmi dan memaafkan dalam bentuk kalimat yang dapat diteladani, dicontoh, dan menyejukkan seluruh masyarakat NKRI yang dapat disampaikan secara langsung maupun tidak langsung (misalnya berbasis media digital) oleh para pemimpin di NKRI sebagai berikut: (1) Presiden Prabowo sebagai Presiden ke-8 Republik Indonesia dan Mas Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden Bapak Presiden Prabowo saat ini, mengatakan dengan sejuk dan penuh keikhlasan, “Saya tahu, ada yang menjelek-jelekkan saya, menghina saya, baik secara langsung maupun tidak langsung tetapi saya telah memaafkan mereka semuanya dengan tulus ikhlas dan saya sebagai Presiden dan wakil Presiden RI saat ini yang diberikan mandat oleh rakyat juga mohon dimaafkan apabila belum dapat memenuhi semua janji-janji yang telah saya janjikan saat kampanye. Insyallah secara bertahap dan berkelanjutan akan kami wujudkan. Marilah kita semua terus merajut silaturahmi dan bergotong royong untuk membagun NKRI untuk bangkit dan maju secara bertahap dan berkelanjutan.” Betapa indah dan sejuknya ketika ucapan itu disampaikan oleh Presiden Prabowo dan Mas Gibran di hadapan seluruh rakyatnya, baik secara langsung saat blusukan kunjungan kerja maupun melalui media digital. (2) Contoh lain, Presiden ke-7, Bapak Joko Widodo, dapat mengatakan “Saya selalu diam, dihina, saya diam, difitnah saya diam! Semua sudah saya maafkan! Semua yang menyalahi saya, memfitnah, menjelek-jelekkan diri saya dan keluarga selama ini sudah saya maafkan dengan tulus ikhlas. Saya pun sangat sadar tentu memiliki banyak kesalahan dan kekurangan selama 10 tahun memimpin NKRI dan sekarang menjadi rakyat biasa, maka saya mohon maaf lahir batin dan saya terus berserah diri kepada-Nya untuk mendoakan yang terbaik untuk seluruh pemimpin yang memimpin saat ini dan seluruh rakyat di wilatah NKRI. Mari kita semua saling memaafkan dan ikut serta berkontribusi membangun dan memajukan NKRI”. Apabila ungkapan kalimat tersebut disampaikan secara langsung maupun melalui medi digital oleh Presiden ke-7, Bapak Joko Widodo, betapa sejuk dan bahagianya seluruh rakyat Indoenesia yang mendengarnya.

       Kemudian, (3) Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sebagai Presiden ke-6 RI juga dapat mengatakan “Setiap orang pasti pernah berbuat salah, maka kita harus dapat memaafkan dan meminta maaf sebagai manusia dan terus menjalin silaturahmi untuk membangun NKRI. Saya juga manusia biasa yang banyak salah dan khilaf, jadi saya telah memaafkan dan juga mohon maaf lahir batin”, Betapa sejuk dan manisnya ungkapan tersebut didengarkan oleh seluruh rakyat Indonesia. Kemudian contoh keempat, Ibu Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden ke-5 dapat mengatakan dengan santun dan ikhlas kepada seluruh rakyat NKRI, “Saya mohon dimaafkan atas segala khilaf dan salah saya selama ini, saya yakin, baik yang disengaja maupun tidak disengaja telah banyak berbuat salah, khilaf bagi seluruh rakyat NKRI maka saya mohon maaf lahir dan batin. Mari kita belajar dan membelajarkan diri untuk menjadi manusia yang baik untuk ikut serta membangun NKRI.” Apabila pemimpin-pemimpin di NKRI dapat berpikir dan bertindak dengan ucapan yang santun secara pragmatik seperti contoh-contoh kalimat di atas untuk saling berebut salah, mohon maaf, dan saling merajut silaturahmi seperti di atas, diyakini bahwa anak buahnya, jajaran menteri, gubernur, bupati, walikota, camat, lurah, ketua RW, ketua RT dan seluruh masyarakat NKRI, baik sebagai pejabat maupun rakyat biasa akan mengikuti jejak-jejak terbaik tersebut secara bertahap dan berkelanjutan. Dengan demikian apabila masih ada manusia-manusia yang selalu menebar fitnah, memprovokasi hal yang kurang baik, menjelek-jelekkan orang lain, mereka akan kelihatan orang-orangnya dan akan malu sendiri, seperti tampak pada sebuah cermin apakah dirinya sebaik atau lebih baik dari apa yang diucapkan, baik secara tersirat maupun tersurat dalam tuturannya, baik secara langsung maupun melalui digital. 

        Marilah bersama-sama, seluruh masyarakat NKRI untuk belajar terus bersilaturahmi dan memaafkan sebelum dimintakan maaf pada silaturahmi terakhir dalam kehidupan ini. Yakinlah dan sadarilah bahwa diri kita sebagai manusia pasti memiliki kekurangan dan kelemahan sehingga tidak ada yang sempurna, kecuali Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai bukti, bahwa kita sebagai manusia masih memiliki kelemahan dan kekurangan jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut: (1) Siapakah di antara Bapak dan Ibu yang belum pernah berbohong pada Tuhan Yang Maha Esa?, (2) Siapakah di antara Bapak dan Ibu yang belum pernah berbohong kepada Bapak dan Ibunya sendiri? (3) Siapakan di antara Bapak dan Ibu yang belum pernah berbohong kepada teman, saudara, handai taulan, dan sesama manusia di muka bumi, baik disengaja maupun tidak disengaja. Tiga pertanyaan itu saja, diyakini sudah dapat membuktikan bahwa kita sebagai manusia memiliki kekuarangn dan kelemahan selama hidup sampai detik pembaca yang budiman membaca tulisan ini. Masih banyak pertanyaan-pertanyaan sebagai instrumen untuk dapat membuktikan kualitas diri kita sebagai manusia yang memiliki banyak kesalahan, kekurangan, dan kelemahan selama hidup kita. Oleh karena itu, marilah kita terus berlajar bersilaturahmi dan memaafkan kesalahan orang lain tanpa harus menunggu mereka memohon maaf kepada kita setiap saat, setiap waktu, di mana pun, dan kapan pun tanpa harus menunggu bulan syawal atau hari raya idul fitri setiap tahunnya. Marilah kita bersama-sama berebut untuk silaturahmi dan berebut salah untuk memaafkan dan memohon maaf lahir batin kepada siapa pun tanpa membeda-bedakan di NKRI tercinta ini.

       Langkah praktik yang harus dilakukan sekarang, marilah terus mendekakatkan diri kepada Tuhan Yang maha Esa, kemudian langsung dekaplah, bersujudlah kepada Ibumu, Ibumu, Ibumu, dan Bapakmu (bagi yang masih hidup) apabila sudah sampai di rumah atau kampung halaman dan rajutlah silaturahmi sebanyak-banyaknya untuk menjalin persaudaraan, persahabatan, pertemanan, dan membangun persatuan bagi seluruh rakyat NKRI. Jangan lupa untuk berbagi sedekah semampunya sesuai situasi dan kondisinya masing-masing tanpa harus dipaksakan. Selamat menempuh dan menikmati perjalanan mudikmu dengan senyum 228 (dua centimeter ke kanan, dua centimeter ke kiri, delapan detik mengembang) untuk merajut silaturahmi kepada kedua orang tua, paman, bibi, Saudara, teman, sahabat, guru, dosen, dan seluruh masyarakat yang telah memiliki andil untuk mendukung dan menunjang keberhasilan dan kesuksesan hidupmu di dunia dan di akhirat kelak. Akhirnya penulis hanya dapat memaafkan segala khilaf dan salah kawan-kawanku yang baik hati dan tidak sombong di seluruh wilayah NKRI dan di luar negeri dengan ikhlas lahir batin dan sebaliknya, penulis juga mohon dimaafkan lahir batin segala khilaf dan salah, baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Sekali lagi, tulisan ini sebagai bahan refleksi dan perenungan penulis agar dapat menjadi insan yang lebih baik dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa secara bertahap dan berkelanjutan dalam kehidupan ini. 

       Kawan, yakinlah bahwa manusia tidak ada yang sempurna karena kesempurnaan itu hanyalah milik-Nya. Marilah terus belajar untuk merajut silaturahmi dan memaafkan serta memohon maaf sebelum dimintakan maaf pada silaturahmi yang terakhir kepada siapa pun tanpa membeda-bedakan, baik secara langsung maupun melalui media yang dimiliki dalam kehidupan. Marilah terus berliterasi dengan Ratulisa (rajin menulis dna membaca), “Membacalah untuk menulis dan menulislah untuk dibaca umat sepanjang hayat”. Semoga kedua orang tua, pemimpin-pemimpin NKRI, guru-guru, dosen-dosen, dan seluruh rakyat NKRI diampuni dosa-dosanya, dimudahkan segala urusannya, diangkat segala penyakitnya, dilapangkan rezekinya, dihindarkan dari semua hal yang buruk, dijauhkan dari fitnah, memfitnah, sikap jelek, menjelekkan, sikap jahat, menjahati orang lain, dan selalu bahagia di dunia dan akhirat dalam pelukan dan ridho-Nya. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamin. Sekali lagi mohon maaf lahir dan batin, selamat merayakan idul fitri tahun ini.


“Kebahagiaan yang hakiki saat mimpi dan imajinasi terwujud dalam pelukan-Nya tanpa harus melukai dan menyakiti siapa pun dalam kesemestaan sepanjang masa, baik secara langsung maupun tidak langsung”


Istana Arfuzh Ratulisa, Surakarta, 30-31 Maret 2025


Tidak ada komentar:

Write a Comment

Featured