Desa Karang Miliki Kurator Film Desa, Menumbuhkan Ekosistem Perfilman Berbasis Lokalitas

Print Friendly and PDF

Institut Seni Indonesia Surakarta (ISI Solo) melalui Program Pengabdian kepada Masyarakat Tematik Kemitraan melakukan Pelatihan Kuratorial Perfilman Desa telah diselenggarakan sejak April hingga Agustus 2024. 


Desa Karang Miliki Kurator Film Desa, Menumbuhkan Ekosistem Perfilman Berbasis Lokalitas

Solo- majalahlarise.com -Desa Karang, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar, mempertegas posisinya sebagai Desa Kreatif Inisiatif di bidang Perfilman yang telah ditetapkan oleh Bupati Karanganyar. Sebagai bagian dari upaya untuk memperkuat ekosistem perfilman di wilayah tersebut, Institut Seni Indonesia Surakarta (ISI Solo) melalui Program Pengabdian kepada Masyarakat Tematik Kemitraan melakukan Pelatihan Kuratorial Perfilman Desa telah diselenggarakan sejak April hingga Agustus 2024. Dipusatkan di Kafe Dandang Gulo, salah satu tempat yang menjadi sentra kegiatan komunitas di Desa Karang, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar. Sebagai penutup rangkaian kegiatan, pada hari Sabtu 21 September 2024, di tempat yang sama dilakukan penutupan rangkaian kegiatan berupa pengukuhan Tim.

Pelatihan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat desa tentang peran penting kurator dalam dunia perfilman. Melalui pelatihan ini, peserta diharapkan mampu memilih, memilah, dan menilai film-film yang tidak hanya sesuai dengan selera penonton, tetapi juga relevan dengan nilai-nilai budaya serta realitas sosial yang dihadapi masyarakat Desa Karang. Titus Soepono Adji, yang bertindak sebagai pelaksana pelatihan, menyatakan bahwa pelatihan ini menjadi bagian dari upaya membangun ekosistem perfilman di desa agar lebih inklusif dan mampu menghadirkan perspektif lokal ke dalam dunia perfilman nasional.

"Pelatihan ini bukan hanya tentang menonton atau menikmati film, tetapi juga tentang bagaimana masyarakat dapat memiliki peran penting dalam memilih film yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa mereka. Kami ingin masyarakat Desa Karang mampu menyuarakan perspektif mereka dalam kegiatan perfilman, bukan hanya sebagai penonton pasif, tetapi sebagai kurator yang berdaya," jelas Titus dalam salah satu sesi pelatihan.

Pelatihan ini difasilitasi oleh Dirmawan Hatta, seorang sineas terkemuka dari Tumbuh Sinema Rakyat yang telah berpengalaman dalam memproduksi dan mengkurasi film-film yang memiliki dampak sosial. Dirmawan membimbing para peserta dalam memahami aspek teknis dan artistik dari proses kurasi film, yang mencakup pemilihan tema, penilaian konten, serta cara menyajikan film agar pesan yang disampaikan dapat diterima oleh masyarakat dengan baik.

Peserta pelatihan terdiri dari enam tokoh masyarakat Desa Karang yang memiliki ketertarikan dan potensi dalam bidang perfilman. Mereka adalah Sugino S.Pd., Sutarto, Eny Suhartini, Sri Hartanto, Vera Fitri K., dan Sigit Yogatama. Setiap peserta membawa latar belakang dan pengalaman unik yang memperkaya proses diskusi dan pelatihan.

Menurut Sugino S.Pd., yang bertindak sebagai koordinator peserta pelatihan, program ini telah membuka mata masyarakat tentang peran penting film dalam menyampaikan pesan dan mengangkat isu-isu lokal. "Kami selalu menonton film, tapi belum pernah berpikir bagaimana film bisa menjadi alat untuk menyuarakan apa yang penting bagi kami. Pelatihan ini memberikan kami keterampilan untuk menilai film dari sudut pandang kami sendiri, dan itu sangat memberdayakan," ungkap Sugino.

Penetapan Desa Karang sebagai Desa Kreatif di bidang Perfilman bukanlah sekadar gelar simbolis. Pemerintah desa bersama masyarakat setempat telah menyusun berbagai rencana untuk mengembangkan kegiatan-kegiatan perfilman, mulai dari pemutaran film rutin, promosi film, workshop, kemah film, hingga festival film. Semua kegiatan ini ditujukan untuk membangun ekosistem perfilman yang kuat dan berkelanjutan, yang melibatkan seluruh elemen masyarakat.

Namun, salah satu tantangan utama adalah bagaimana melibatkan masyarakat secara lebih mendalam dalam proses pengembangan perfilman tersebut. Masyarakat perlu memiliki pemahaman tentang kuratorial perfilman agar kegiatan film yang diselenggarakan di desa sejalan dengan nilai-nilai dan budaya lokal, serta dapat mempromosikan apa yang disebut sebagai "perfilman desa" menurut perspektif masyarakat setempat.

Pelatihan kuratorial ini bertujuan untuk mengisi celah tersebut. Melalui pelatihan, peserta belajar mengenai bagaimana kurator perfilman bekerja yakni memilih dan menilai film dengan mempertimbangkan relevansi sosial, nilai budaya, dan dampaknya terhadap masyarakat. Selain itu, pelatihan ini juga diharapkan dapat membantu masyarakat Desa Karang untuk berkontribusi secara langsung dalam kegiatan-kegiatan perfilman yang akan digelar di desa mereka, mulai dari festival hingga screening film reguler.

Selama pelatihan berlangsung, peserta diajak untuk berdiskusi dan menganalisis beberapa film yang tayang di platform IndonesianaTV, seperti Jimaik Ijah, The Tribunal, dan Jodoh Mia. Setiap film dipilih karena memiliki keterkaitan dengan isu-isu sosial yang relevan dengan kehidupan masyarakat Desa Karang, seperti pertanian, lingkungan, dan toleransi beragama.

Diskusi berlangsung dinamis, dengan peserta yang berusaha mengaitkan pesan-pesan dalam film dengan kondisi di desa mereka. Salah satu poin penting yang muncul adalah bagaimana film dapat menjadi alat yang efektif untuk menyampaikan pesan sosial, serta mengangkat isu-isu lokal yang sering kali terabaikan oleh industri perfilman arus utama.

Pelatihan ini dibagi dalam dua tahapan. Pada tahapan pertama, peserta dilatih untuk melakukan analisis mendalam terhadap film yang ditonton, dengan fokus pada relevansi film terhadap kehidupan masyarakat Desa Karang. Beberapa rekomendasi penting muncul dari diskusi ini, termasuk pentingnya melibatkan masyarakat dalam pengembangan festival film di desa, serta perlunya kreativitas dalam mencari pendanaan dan sponsor untuk festival tersebut.

Tahap kedua lebih bersifat teknis, di mana peserta mendapatkan bimbingan dalam kurasi film. Mereka belajar tentang sejarah sinema, dasar-dasar penceritaan, dan penilaian film, yang kemudian dipraktikkan dalam kegiatan Ngarangka Fest, pada bulan Juni 2024 lalu. Dalam kegiatan ini, peserta diberi kesempatan untuk menyeleksi film yang akan ditayangkan dalam festival film tersebut. Mereka memilih satu film dari tiga film yang telah dikurasi, tanpa intervensi dari fasilitator. Hasil ini menunjukkan keberhasilan peserta dalam menerapkan keterampilan kuratorial yang mereka pelajari selama pelatihan.

Menurut Sugino S.Pd., proses ini sangat mengesankan, karena masyarakat desa yang sebelumnya hanya menjadi penonton kini mampu mengambil peran aktif dalam menentukan film yang ditampilkan di festival desa. "Proses kurasi ini memberikan kami rasa percaya diri bahwa kami juga bisa berkontribusi pada pengembangan perfilman di desa kami. Kurasi bukan hanya tentang memilih film terbaik, tetapi juga tentang memastikan film yang dipilih benar-benar relevan dengan kehidupan dan nilai-nilai masyarakat kami," tambah Sugino.

Di akhir pelatihan, peserta menghasilkan beberapa rekomendasi untuk pengembangan ekosistem perfilman di Desa Karang, seperti pentingnya melibatkan anak muda dalam pembuatan film, perlunya membangun literasi film di kalangan masyarakat desa, serta pentingnya pendekatan sensitif terhadap norma-norma dan nilai-nilai lokal dalam produksi film.

Dwi Purwoto, Kepala Desa Karang, mengapresiasi keberhasilan pelatihan ini dan melihatnya sebagai langkah maju dalam mewujudkan Desa Karang sebagai pusat kreativitas perfilman di Karanganyar. Beliau menegaskan bahwa pelatihan ini memberikan kesempatan bagi masyarakat desa untuk berperan lebih aktif dalam perfilman. Sebagai bentuk apresiasi lebih lanjut, Bapak Dwi Purwoto mengukuhkan para peserta pelatihan sebagai tim kurator perfilman Desa Karang yang akan bertugas mengkurasi film-film yang akan ditayangkan di desa. Pengukuhan ini ditetapkan melalui Surat Keputusan (SK) Kepala Desa, yang menandai pembentukan tim kurator perfilman desa secara resmi.

"SK Tim Kurator pada tingkat Desa ini mungkin satu-satunya dan pertama di Indonesia. Kami sangat bangga dengan apa yang telah dicapai melalui pelatihan ini. Masyarakat desa kini memiliki peran yang lebih besar dalam menentukan film-film yang relevan dan sesuai dengan budaya kami. Pengukuhan tim kurator perfilman desa ini diharapkan dapat menjadikan Karang sebagai desa film yang memiliki ciri khas dan menawarkan perspektif lokal yang unik kepada penikmat film, sekaligus membangun Desa Karang sebagai pusat perfilman kreatif yang berkelanjutan," jelas Dwi Purwoto.

Dengan adanya pelatihan ini dan pembentukan tim kurator perfilman desa, Desa Karang diharapkan dapat terus tumbuh sebagai desa kreatif yang mampu menawarkan perspektif lokal kepada industri perfilman nasional, sekaligus menjadi wadah bagi masyarakat desa untuk menyuarakan potensi dan identitas mereka melalui media film. [tus/ton/har]

Baca juga: Kosabangsa UNISRI Berpartisipasi Mengatasi Kekeringan di Giriwoyo, Kabupaten Wonogiri



Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top